![]() |
| Ilustrasi putus sekolah (google.com) |
Nuansametro.com - Karawang | Program bantuan Anak Putus Sekolah (ATS) sejatinya dirancang sebagai upaya nyata pemerintah untuk memastikan setiap anak mendapatkan hak pendidikan 12 tahun.
Melalui skema bantuan biaya, pelatihan, serta pendampingan, program ini diharapkan mampu mengembalikan anak putus sekolah ke jalur pendidikan baik formal maupun nonformal atau ke lembaga pelatihan kerja.
Program tersebut memiliki tiga tujuan utama:
1. Mengembalikan siswa ke sekolah, termasuk melalui jalur PKBM, LKP, maupun BLK.
2. Menjamin pelaksanaan wajib belajar 12 tahun agar seluruh anak dapat menyelesaikan pendidikan dasar hingga menengah.
3. Mengurangi angka putus sekolah, terutama akibat persoalan ekonomi dan minimnya akses pendidikan.
Namun miris, implementasi program mulia ini di Karawang justru diduga dinodai oleh oknum pengelola PKBM di wilayah Dapil 4 yang diduga memotong bantuan ATS yang seharusnya diterima penuh oleh siswa.
Seorang siswa peserta PKBM Paket A yang enggan menyebutkan nama dan asal lembaganya mengungkapkan kepada wartawan, bahwa ia tidak menerima bantuan secara utuh.
“Saya menerima uang Rp 1.310.000, tapi dipotong sama pengelola PKBM antara Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu. Saya cuma tanda tangan, lalu terima uang,” tuturnya seperti dilansir dari RakyatJelata.com, Jumat (5/12/2025).
Dugaan pemotongan bantuan ini tentu bertentangan dengan aturan yang telah disampaikan oleh Dinas Pendidikan. PLT Kabid PAUD Dikmas, Sutarman, menegaskan bahwa pihaknya sudah memberikan instruksi jelas kepada seluruh PKBM agar mematuhi ketentuan dan tidak melakukan pemotongan apa pun.
“Kami sudah buat edaran dan sudah disampaikan ke 54 PKBM. Kami akan tegas dan berikan sanksi jika terbukti ada pengelola PKBM yang memotong bantuan ATS,” tegas Sutarman melalui pesan WhatsApp.
Sementara itu, Ketua Forum PKBM yang dikonfirmasi terkait dugaan pungutan liar ini memilih untuk bungkam, menambah tanda tanya besar mengenai transparansi pengelolaan bantuan ATS di wilayah tersebut.
Kasus ini menjadi alarm bagi pemerintah daerah dan seluruh pemangku kepentingan pendidikan. Program yang bertujuan mulia tidak boleh dikorbankan oleh oknum yang mengambil keuntungan pribadi.
Publik menunggu langkah tegas dan tindakan nyata agar hak anak terutama yang berasal dari keluarga kurang mampu tidak lagi dirampas.
• RJ/Red

0 Komentar