![]() |
| Foto : Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Komunitas Banteng Asli Nusantara (DPN Kombatan), Budi Mulyawan, |
Nuansametro.com - Jakarta | Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Komunitas Banteng Asli Nusantara (DPN Kombatan), Budi Mulyawan, menyoroti persoalan kemacetan Jakarta yang semakin parah dan belum terselesaikan meski berbagai proyek transportasi sudah digulirkan.
Menurutnya, Ibu Kota seharusnya sudah mampu keluar dari jerat kemacetan, apalagi dengan statusnya sebagai kota global. Namun, hingga kini belum ada pemimpin yang benar-benar mampu menuntaskan masalah klasik tersebut.
“Jakarta sebagai kota global dan ibu kota negara seharusnya bisa bebas dari kemacetan. Pertanyaannya sekarang, adakah Gubernur Jakarta yang benar-benar mampu membebaskan kota ini dari macet?” ujarnya dalam pernyataan di Jakarta, Sabtu (1/11/2025).
Rencana Baik, Pelaksanaan Tak Konsisten
Budi menjelaskan, secara historis tata kota Jakarta sudah dirancang dengan baik sejak masa kolonial — mulai dari Plan Zuid pada 1910-an hingga Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2030. Namun, kelemahan selalu terletak pada pelaksanaan dan penegakannya yang tidak konsisten.
“Pertumbuhan penduduk dan kendaraan tak seimbang dengan pengembangan infrastruktur. Meski ada MRT, LRT, dan TransJakarta, efeknya terhadap penurunan kemacetan belum signifikan,” jelasnya.
Berdasarkan data Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), jumlah kendaraan di Jakarta kini mencapai lebih dari 23 juta unit, belum termasuk kendaraan dari daerah penyangga seperti Bekasi, Depok, Tangerang, dan Bogor.
Kerugian Ekonomi Capai Rp100 Triliun per Tahun
Kemacetan, lanjut Budi, bukan hanya mengganggu kenyamanan, tetapi juga menimbulkan kerugian ekonomi besar — diperkirakan mencapai Rp100 triliun per tahun akibat waktu produktif yang hilang, pemborosan bahan bakar, serta polusi udara yang kian memburuk.
“Setiap hari warga kehilangan waktu produktif, biaya hidup meningkat, kualitas udara menurun, dan stres meningkat. Ini bukan hanya masalah transportasi, tapi juga kesehatan publik,” tegasnya.
AI Belum Cukup, Solusi Harus Menyeluruh
Budi juga menyoroti langkah Pemprov DKI Jakarta yang mulai menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk mengatur lampu lalu lintas di beberapa titik seperti Tomang, Grogol, dan Kuningan. Ia menilai inovasi tersebut positif, namun belum menyentuh akar masalah.
“Teknologi AI membantu, tapi solusi utama tetap pada integrasi transportasi umum, penegakan hukum, dan pengendalian jumlah kendaraan pribadi,” tuturnya.
Menurutnya, kebijakan ganjil-genap dan pembangunan jalan tol hanya bersifat jangka pendek. Jakarta membutuhkan strategi jangka panjang berupa sistem transportasi publik terintegrasi, pengaturan jam kerja, serta dorongan penggunaan kendaraan ramah lingkungan.
Belajar dari Kota Dunia
Sebagai penutup, Budi mengajak pemerintah dan masyarakat mencontoh keberhasilan kota-kota besar dunia seperti Singapura, Tokyo, dan Hong Kong dalam mengendalikan kemacetan melalui kebijakan transportasi modern, sistem publik yang efisien, serta kepemimpinan yang tegas.
“Jakarta bisa bebas dari kemacetan jika ada keseriusan dan keberanian politik. Tapi itu butuh pemimpin yang visioner, tegas, dan berpihak pada kepentingan warga, bukan kepentingan sesaat,” tandasnya.
(David Hardson S)

0 Komentar