Headline News

STAKAR Demo DPRD, Perda Dinilai Cacat, Ancam Gugat Pemkab Karawang Soal NJOP dan PBB

Foto : Ketua Stakar, Deden Sopyan saat orasi di depan Gedung DPRD kabupaten Karawang.


Nuansametro.com - Karawang | Beberapa waktu lalu ratusan petani yang tergabung dalam organisasi Stakar (Serikat Tani Karawang) menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPRD Kabupaten Karawang, menuntut kejelasan dan keadilan atas kebijakan kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang berdampak langsung pada Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor pertanian.

Ketua Stakar, Deden Sopyan, dalam orasinya menegaskan bahwa aksi ini merupakan bentuk keresahan petani atas ketidakjelasan kebijakan yang dinilai memberatkan dan tidak berpihak pada rakyat kecil, khususnya petani.

“Kami hadir di sini bukan untuk membuat keributan, tapi untuk menyuarakan aspirasi yang selama ini dibungkam. Kalau sampai tidak boleh orasi di DPRD, itu artinya pembungkaman terhadap suara rakyat Indonesia!” tegas Deden dalam orasinya.

Ia juga menyoroti kondisi infrastruktur pertanian yang memprihatinkan, meski tarif PBB terus mengalami kenaikan drastis sejak 2021.

“Bayangkan, dari 2021 hingga 2022, pajak naik hampir 500 persen. Tapi mana pembangunan untuk petani? Saluran irigasi rusak, akses ke sawah sulit, hasil pertanian menurun. Lalu untuk siapa pajak itu dinaikkan?” ujarnya.

DPRD Karawang Berjanji Tidak Akan Naikkan PBB Pertanian

Dalam audiensi bersama massa aksi, Ketua dan Wakil Ketua DPRD Karawang beserta Komisi II menyatakan bahwa tidak akan ada kenaikan PBB untuk sektor pertanian. 

Bahkan, mereka menjanjikan adanya subsidi silang dan program penguatan sektor pertanian, seperti asuransi pertanian dan penyediaan benih unggul.

“Untuk PBB pertanian, tetap akan 0%. Kalau ada penyesuaian NJOP, akan disertai pengurangan 20% hingga 100%. Tahun 2026 pun akan sama seperti 2025, tidak akan ada keputusan kenaikan PBB pertanian,” ujar perwakilan DPRD.

Foto : Kepala Bapenda kabupaten Karawang, Sahali

Pemerintah daerah juga mengklaim bahwa kebijakan penggratisan PBB bagi petani telah bergulir sejak Perbup No. 12 Tahun 2022, dan kini diperluas menjadi maksimal 3 hektar lahan pertanian yang dibebaskan dari PBB.

Namun, perwakilan petani menyebut bahwa syarat-syarat untuk mendapatkan keringanan tersebut rumit dan tidak adil.

Praktisi Hukum: Kenaikan NJOP Tidak Sesuai Aturan

Praktisi hukum Andhika Kharisma, SH., CPL, yang turut hadir mendampingi petani, menyebut bahwa kebijakan kenaikan NJOP yang dilakukan Pemkab Karawang cacat prosedur dan tidak sesuai dengan peraturan Menteri Keuangan Tahun 2018.

“Penilaian NJOP yang dilakukan tidak menggunakan metode yang sah. Seharusnya ada turunan Perda sebagai dasar rujukan. Tapi sampai sekarang, tidak ada aturan spesifik tentang cara penilaian NJOP di Karawang,” tegas Andhika.

Ia juga menyoroti fakta bahwa NJOP terendah di Karawang berdasarkan SK Bupati tahun 2021 adalah Rp350.000, jauh di atas ambang batas penggratisan yang disebut dalam Perbup, yakni NJOP maksimal Rp82.000.

“Ini artinya, meskipun petani punya lahan di bawah 3 hektar, mereka tetap tidak akan mendapatkan potongan 100% karena NJOP mereka terlalu tinggi,” tambahnya.

Merasa terus dirugikan, petani Karawang bersama tim hukum menyatakan siap menempuh jalur uji materi terhadap kebijakan NJOP dan PBB yang berlaku saat ini.

“Ini bukan soal menolak bayar pajak, tapi soal keadilan. Kalau dasar hukum dan perhitungannya tidak benar, maka masyarakat berhak menggugat,” tegas Andhika.

Foto : Andhika Kharisma, SH.,PCL

Aksi petani Karawang ini menjadi pengingat bahwa kebijakan publik harus berpihak pada rakyat, terutama mereka yang menjaga ketahanan pangan bangsa. 

Kenaikan NJOP tanpa dasar yang kuat, ditambah minimnya pembangunan infrastruktur pertanian, menjadi kombinasi yang menekan petani ke titik nadir.

Kini, mata publik tertuju pada langkah DPRD dan Pemkab Karawang, akankah mereka benar-benar mendengar suara petani? Atau justru membiarkan suara mereka terkubur dalam tumpukan kebijakan yang tidak berpihak?



• Irfan/Red

0 Komentar

Posting Komentar
© Copyright 2022 - Nuansa Metro