Headline News

Samuel F Silaen: Semangat Sumpah Pemuda Kini Hanya Jadi Slogan, Kepemimpinan Nasional Kehilangan Arah

Samuel F. Silaen.

Nuansametro.com – Jakarta | Peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-97 menjadi momentum refleksi bagi seluruh anak bangsa, terutama generasi muda yang kini dihadapkan pada tantangan zaman yang semakin kompleks. Pemerhati kebangsaan Samuel F. Silaen menilai, semangat Sumpah Pemuda yang dulu membakar semangat persatuan kini mulai kehilangan makna di tengah realitas kepemimpinan nasional yang tidak konsisten.

Dalam keterangannya kepada awak media di Jakarta, Selasa (28/10/2025), Silaen menyebut bahwa Sumpah Pemuda hari ini seperti “fatamorgana” — terlihat megah namun rapuh karena tidak lagi membumi.

“Sumpah Pemuda hari ini seperti fatamorgana. Terlihat megah, tapi rapuh dan sulit dijangkau karena tidak membumi,” ujarnya.

Menurutnya, akar persoalan bangsa saat ini terletak pada ketidakkonsistenan arah kepemimpinan nasional. Ia menyoroti kecenderungan setiap pemerintahan baru untuk memulai pembangunan “dari nol”, seolah-olah melupakan fondasi dan capaian pemerintahan sebelumnya.

“Jika setiap kali ganti pemimpin semua harus dimulai lagi dari awal, maka itu pertanda negara sedang gamang. Tidak ada kesinambungan visi dan arah kebijakan yang kokoh,” tegas Silaen.

Ia juga mengkritik kebijakan pemerintah yang kerap terjebak dalam orientasi ekonomi semata (money oriented) tanpa memperhatikan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Kondisi tersebut, kata Silaen, membuat kesenjangan sosial terus terjadi dan penderitaan masyarakat tidak tertangani secara sistematis.

“Masalah besar bangsa ini bukan hanya soal ekonomi, tapi tentang manajemen kepemimpinan. Ketika kepala rusak, maka seluruh tubuh ikut rusak. Begitu juga bangsa, jika pemimpinnya tidak beres maka kerusakannya menjalar hingga ke akar,” ujarnya.

Silaen kemudian mengingatkan agar para pemimpin berhati-hati dalam mengambil keputusan strategis yang menyangkut kebijakan publik. Ia menekankan pentingnya menjaga kebersamaan dan kondusivitas antar elemen bangsa, tanpa diskriminasi.

“Nenek moyang kita dari berbagai suku bangsa berjuang bersama memerdekakan Indonesia. Karena itu, pemerintah harus berdiri di atas semua golongan, tidak boleh ada diskriminasi yang justru menimbulkan ketersinggungan dan melemahkan kohesi sosial,” tutupnya.

( David Hardson S)


0 Komentar

Posting Komentar
© Copyright 2022 - Nuansa Metro