![]() |
| Foto : Dr. Muhammad Gary Gagarin Akbar |
Nuansametro.com - Karawang | Kasus dugaan kehilangan barang bukti kembali menjadi sorotan tajam publik. Masalah ini tak hanya mencederai rasa keadilan, tapi juga berpotensi besar melemahkan proses hukum serta meringankan hukuman bagi pelaku kejahatan.
Pakar hukum pidana sekaligus Kaprodi Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan (UBP) Karawang, Dr. Muhammad Gary Gagarin, SH., MH., menegaskan bahwa barang bukti adalah komponen vital dalam setiap proses pengungkapan tindak pidana.
"Barang bukti adalah elemen krusial. Jika hilang, itu bisa sangat fatal bagi penyidikan dan pembuktian di pengadilan," tegas Gary dalam wawancara, Sabtu (18/10).
Gary, yang juga dikenal sebagai praktisi hukum, menyebutkan bahwa pengelolaan barang bukti seharusnya berada di bawah pengawasan ketat aparat penegak hukum.
Prosedur yang cermat, transparan, dan akuntabel menjadi kunci agar tidak terjadi kelalaian ataupun tindakan disengaja yang mencurigakan.
Ia menyoroti bahwa sanksi bagi pihak yang dengan sengaja menghilangkan barang bukti sudah diatur secara tegas dalam Pasal 231 ayat 1 KUHP. Ancaman hukuman bagi pelaku adalah pidana penjara hingga 4 tahun.
“Tak hanya sanksi pidana, aparat kepolisian yang terbukti lalai atau sengaja menghilangkan barang bukti juga bisa dikenai sanksi etik profesi,”ujarnya.
Kesalahan Prosedur dan Bukti Yang Tak Tercatat
Kasus terbaru yang mencuat menunjukkan adanya dugaan pelanggaran prosedur. Salah satu contohnya adalah terdakwa yang dibiarkan masuk ke bank tanpa didampingi penyidik saat mengambil uang hal yang menurut Gary merupakan pelanggaran serius.
“Tersangka atau terdakwa harus selalu dalam pengawasan. Tidak boleh dibiarkan bergerak sendiri, apalagi dalam urusan menyentuh barang bukti seperti uang," jelasnya.
Lebih mengkhawatirkan lagi, Gary menyoroti video penangkapan yang beredar luas di media sosial. Dalam video tersebut terlihat sejumlah uang tunai, namun anehnya uang tersebut tidak tercantum dalam daftar resmi barang bukti yang disita.
“Ini menimbulkan pertanyaan besar. Jika uang itu bagian dari hasil kejahatan, kenapa tidak disita secara resmi? Atau apakah memang ada yang mencoba menyembunyikannya?”katanya.
Dampak pada Proses Persidangan
Ketidaksesuaian antara alat bukti dan barang bukti bisa menjadi celah besar dalam persidangan. Hakim, menurut Gary, akan sangat mempertimbangkan hal ini dalam mengambil keputusan.
“Misalnya, disebutkan ada kerugian Rp80 juta, tapi uang itu tidak ditemukan. Ini jelas bisa jadi faktor meringankan bagi terdakwa,”ujarnya.
Kasus seperti ini tidak hanya merugikan korban dan masyarakat, tapi juga merusak kredibilitas institusi hukum. Oleh karena itu, Gary mendorong agar kasus kehilangan barang bukti seperti ini dilaporkan secara resmi ke Divisi Propam Polri atau Pengawasan Kejaksaan untuk diusut tuntas.
Penegakan Hukum Harus Bebas dari Cacat Prosedur
Gary menutup pernyataannya dengan penekanan bahwa keadilan tak boleh dikorbankan karena kelalaian, apalagi kesengajaan dalam menangani barang bukti.
“Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi bagian dari proses hukum. Setiap pelanggaran dalam pengelolaan barang bukti wajib ditindak,” pungkasnya.
• Red

0 Komentar