![]() |
| Ujang Suhana, SH., MH. |
Nuansametro.com – Karawang | Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke pabrik air minum dalam kemasan (AMDK) AQUA di Subang, Jawa Barat. Dalam kunjungannya, Dedi menyoroti aktivitas pengambilan air tanah dalam jumlah besar yang dinilai berpotensi menimbulkan risiko lingkungan seperti banjir dan longsor.
Video kunjungan Gubernur yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi (KDM) itu viral di media sosial dan memicu beragam tanggapan publik, terutama terkait temuan sumber air baku yang digunakan untuk produksi air minum dalam kemasan tersebut.
Menanggapi hal ini, praktisi hukum asal Karawang, Ujang Suhana, SH., MH., menyampaikan pandangannya. Ia menilai, ada indikasi dugaan pelanggaran baik dalam hal penggunaan air bawah tanah maupun pelanggaran iklan yang perlu ditinjau dari aspek hukum dan lingkungan hidup.
Menurut Ujang, penggunaan air tanah oleh pabrik AQUA yang mengambil air dari kedalaman sekitar 60–140 meter berpotensi memengaruhi keseimbangan ekosistem dan ketersediaan air bawah tanah di wilayah sekitar.
“Dalam perspektif hukum dan analisis lingkungan hidup, penggunaan air bawah tanah harus mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, yang mewajibkan perusahaan melakukan pengelolaan berkelanjutan serta tidak merusak lingkungan,” ujar Ujang, Kamis (23/10/2025).
Ia menegaskan, eksploitasi air tanah secara berlebihan dapat menyebabkan penurunan muka air tanah, intrusi air laut, hingga kerusakan lingkungan, sehingga perusahaan wajib melakukan kajian dan pengelolaan yang tepat.
Ujang menambahkan, perusahaan pengguna air bawah tanah harus bersikap transparan mengenai sumber air dan dampak lingkungannya agar mendapat kepercayaan publik.
Berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Pasal 40 menegaskan bahwa:
- Penggunaan air bawah tanah harus sesuai rencana pengelolaan sumber daya air.
- Tidak boleh merusak lingkungan atau mengganggu hak masyarakat sekitar.
- Perusahaan wajib melakukan pemantauan dan pelaporan secara berkala.
Lebih lanjut, Ujang menduga adanya potensi pelanggaran dalam promosi produk AQUA.
“Jika dalam promosi disebutkan air berasal dari pegunungan, padahal faktanya menggunakan air tanah, hal itu bisa dikategorikan sebagai iklan menyesatkan,” jelasnya.
Menurutnya, hal ini berpotensi melanggar sejumlah regulasi, di antaranya:
- UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 8 ayat (1) huruf a — melarang pelaku usaha menimbulkan kesalahpahaman tentang produk yang diperdagangkan.
- UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Pasal 46 ayat (1) — melarang iklan yang menyesatkan atau merugikan masyarakat.
- PP No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, Pasal 4 ayat (1) — melarang iklan yang memberi keterangan tidak benar tentang produk pangan.
Apabila terbukti melakukan pelanggaran, kata Ujang, perusahaan dapat dijatuhi sanksi administratif hingga pidana, antara lain:
- UU Perlindungan Konsumen Pasal 62 ayat (1): Pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda maksimal Rp 2 miliar.
- KUHP Pasal 378: Penipuan dapat dipidana penjara paling lama 4 tahun.
- PP No. 69 Tahun 1999: Pelanggaran terhadap label dan iklan pangan dapat dikenai denda sesuai ketentuan.
“Jika terbukti ada praktik penipuan atau pengiklanan palsu tentang sumber air, maka pabrik AQUA harus bertanggung jawab secara hukum, baik secara administratif maupun pidana,” tegas Ujang.
(Irfan Shahab)
Dorongan Penegakan Hukum dan Kepedulian Lingkungan
Ujang berharap pemerintah, khususnya instansi terkait di tingkat provinsi dan pusat, segera melakukan investigasi menyeluruh terhadap praktik penggunaan air bawah tanah oleh pabrik-pabrik AMDK di Jawa Barat.
“Penegakan hukum harus berjalan transparan dan tegas, demi melindungi lingkungan serta hak-hak masyarakat sekitar,” pungkasnya.

0 Komentar