![]() |
| Foto ; Kantor Dinas PUPR kabupaten Karawang. |
Nuansametro.com - Karawang | Praktik dugaan pungutan liar (pungli) di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Karawang kembali mencuat ke permukaan. Meski sudah lama dianggap sebagai "rahasia umum", sistem setoran ini rupanya masih terus berlangsung dan bahkan semakin mengakar.
Salah seorang kontraktor yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, dugaan pungli terutama terjadi di Bidang Sumber Daya Air (SDA) Dinas PUPR Karawang.
Menurutnya, setiap kontraktor yang hendak mengerjakan proyek di bidang tersebut wajib menyetor "uang fee" sebesar 10% hingga 15% dari nilai kontrak.
Mirisnya, praktik dugaan pungli ini diduga dikoordinir oleh seorang Tenaga Harian Lepas (THL) berinisial MY. Tak hanya itu, kontraktor juga dibebani berbagai biaya lain, termasuk biaya tanda tangan Berita Acara (BA) yang nilainya bervariasi – dari Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu di level Kepala Seksi, dan mencapai Rp 300 ribu di tingkat Kepala Bidang. Total pungutan ini bisa menembus angka jutaan rupiah hanya untuk sekadar menyelesaikan administrasi.
Belum selesai di situ, kontraktor juga disebut-sebut harus menyetor biaya pengawasan sebesar Rp 3 juta, yang diarahkan kepada seorang pejabat berinisial DM.
Askun: "Wajar Kalau Kontraktor Menjerit"
Menanggapi hal ini, Praktisi Hukum sekaligus Pengamat Kebijakan Publik, Asep Agustian, SH., MH., atau yang akrab disapa Askun, angkat bicara.
Menurut Askun, praktik pungli dalam distribusi proyek di Dinas PUPR Karawang bukan hal baru. Ia menyebut kebiasaan ini sebagai faktor utama menurunnya kualitas proyek-proyek pemerintah, karena kontraktor hanya mendapatkan margin keuntungan maksimal 10%, namun harus menanggung berbagai biaya tidak resmi.
"Keuntungan kontraktor hanya 10%, tapi punglinya bisa 15%. Jelas ini menyulitkan. Wajar kalau para pemborong menjerit dan kualitas proyek akhirnya jadi dikorbankan," tegas Askun, Sabtu (9/8/2025).
Askun mendesak Bupati Karawang untuk segera mengevaluasi sistem administrasi proyek di seluruh dinas, terutama Dinas PUPR. Ia menyoroti khusus soal anggaran pengawasan proyek yang seharusnya dimasukkan ke dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB), bukan dibebankan kepada pihak ketiga.
"Di daerah lain, pengawasan itu masuk ke RAB. Ini aneh kalau dibebankan ke kontraktor. Saya harap Pak Bupati bisa benahi ini. Beliau juga pengusaha, pasti mengerti beratnya," jelasnya.
Jangan Jual Nama LSM dan Wartawan
Lebih lanjut, Askun juga memperingatkan adanya oknum pejabat dinas yang menjual nama LSM dan wartawan sebagai dalih pungutan tambahan. Modusnya, disebut untuk "jatah rokok", agar proyek tidak diganggu.
"Kalau benar seperti itu, ini sudah keterlaluan. Jangan bawa-bawa nama LSM dan wartawan untuk melegitimasi pungli. Ini pencemaran," tegasnya.
Askun juga memberi peringatan tegas kepada dua oknum yang namanya banyak disebut dalam praktik ini – yakni MY dan DM.
"Saya ingatkan, kalau kelakuan seperti ini terus dibiarkan, cepat atau lambat akan bermasalah dengan hukum," ujarnya.
Pejabat Dinas Kompak Bungkam
Saat dikonfirmasi oleh jurnalis Nuansametro.com, tiga pejabat terkait – Kepala Bidang Jalan Tri Winarno, Kepala Bidang SDA Aris, serta DM – memilih bungkam. Telepon dan WhatsApp yang dikirimkan pada Sabtu (9/8) tidak dijawab, dan hingga berita ini diturunkan belum ada klarifikasi resmi dari pihak Dinas PUPR Karawang.
Dugaan pungli dalam proyek-proyek pemerintah adalah masalah serius yang mencoreng wajah birokrasi dan merugikan masyarakat. Kami akan terus memantau dan menyampaikan perkembangan terbaru dari kasus ini. Masyarakat juga diimbau untuk tidak takut melapor jika menemukan indikasi praktik serupa di lapangan.
• Kojek

0 Komentar