Foto : Praktisi Hukum, Ujang Suhana, SH.
Nuansametro.com - Jakarta | Praktisi Hukum Ujang Suhana menyampaikan pandangan tegas terkait penerapan aturan Zero ODOL (Over Dimension Over Loading) yang dinilai sangat penting untuk segera diimplementasikan secara menyeluruh dan konsisten oleh pemerintah dan instansi terkait.
Menurut Ujang, aturan Zero ODOL sebenarnya bukanlah hal baru. Ketentuan ini telah diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, khususnya pada Pasal 307 dan Pasal 277, serta diperkuat melalui Peraturan Menteri Perhubungan No. 134 Tahun 2015 dan Surat Edaran Menhub No. 116 Tahun 2021.
Namun sangat disayangkan, selama hampir 16 tahun, implementasi aturan ini dinilai lemah dan bahkan terkesan diabaikan.
"Timbangan kendaraan tersedia di banyak daerah, tapi tidak digunakan maksimal. Ini bentuk pembiaran yang berimbas pada kerusakan infrastruktur dan meningkatnya kecelakaan lalu lintas akibat kelebihan muatan," ujar Ujang Suhana.
Apa Itu Zero ODOL dan Mengapa Penting?
Zero ODOL adalah kebijakan yang bertujuan untuk menghentikan praktik pengangkutan barang melebihi batas muatan yang ditetapkan, terutama oleh truk dan kendaraan berat lainnya.
Tujuannya jelas: keselamatan pengguna jalan, perlindungan infrastruktur, dan efisiensi biaya logistik.
Dampak Buruk Overloading:
-
Kerusakan Jalan: Beban berlebih mempercepat kerusakan jalan nasional dan daerah.
-
Kecelakaan Lalu Lintas: Kendaraan kelebihan muatan sulit dikendalikan dan lebih rawan celaka.
-
Biaya Perawatan Tinggi: Kendaraan lebih cepat rusak, meningkatkan beban biaya perusahaan.
Manfaat Zero ODOL:
-
Keselamatan Terjamin: Kendaraan lebih stabil dan aman.
-
Infrastruktur Terjaga: Jalan lebih awet dan tahan lama.
-
Efisiensi Biaya: Perawatan kendaraan dan pengeluaran logistik jadi lebih hemat.
Penegakan Hukum: Jangan Ada Ruang untuk Pungli!
Ujang juga menegaskan bahwa penegakan aturan Zero ODOL harus bebas dari praktik pungutan liar (pungli) yang merusak integritas kebijakan ini.
"Pemerintah harus konsisten dan transparan dalam implementasinya. Jangan sampai Zero ODOL justru menjadi ladang pungli tersembunyi," tambahnya.
Sanksi Hukum Jelas dan Tegas
Pelaku pelanggaran Zero ODOL dapat dikenakan sanksi pidana sesuai UU No. 22 Tahun 2009:
-
Pasal 307: Kurungan maksimal 2 bulan atau denda Rp500.000.
-
Pasal 277: Penjara maksimal 1 tahun atau denda hingga Rp24 juta.
Selain itu, sanksi administratif seperti penilangan, transfer muatan, dan larangan melanjutkan perjalanan juga dapat dikenakan.
Menuju Penegakan Berbasis Teknologi
Tahun 2025 menandai babak baru dalam penegakan Zero ODOL, dengan pendekatan teknologi melalui:
-
Weigh In Motion (WIM): Sistem timbang otomatis di jalan tol dan pelabuhan.
-
Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE): Kamera pengawas untuk menangkap pelanggaran ODOL secara digital.
-
Zona Pengawasan Prioritas: Fokus pengawasan di pelabuhan, kawasan industri, dan jalan tol.
"Zero ODOL bukan sekadar aturan, tapi komitmen nyata untuk keselamatan dan keberlanjutan infrastruktur nasional. Pemerintah harus hadir dan tegas dalam pengawasan," tegas Ujang Suhana menutup pernyataannya.
• Red
0 Komentar