Foto : Elyasa Budiyanto, SH
Nuansametro.com - Jakarta | Pernyataan kontroversial yang dilontarkan oleh tokoh publik Dedi Mulyadi terkait keberadaan media massa, baik cetak maupun daring, memicu gelombang kritik dari berbagai kalangan.
Di antara yang paling vokal adalah aktivis kebebasan pers dan demokrasi, H. Elyasa Budiyanto, yang menilai pernyataan tersebut sebagai bentuk kemunduran dalam penghormatan terhadap demokrasi.
“Pernyataan Dedi Mulyadi yang terkesan meremehkan eksistensi media bukanlah hal sepele. Ini bukan sekadar opini pribadi, tapi sudah mengarah pada indikasi pembungkaman ruang kritik yang dijamin oleh konstitusi,” tegas Elyasa kepada nuansametro.com, Minggu (6/7).
Menurut Elyasa, sikap seperti itu sangat berbahaya, terutama jika datang dari figur publik yang selama ini mendapat keuntungan besar dari pemberitaan media.
Ia mengingatkan bahwa Dedi Mulyadi pernah menikmati popularitas luas berkat eksposur media, khususnya media daring.
“Jangan lupa, sebagian besar ketokohan Dedi Mulyadi terbentuk karena pemberitaan media. Ketika sekarang bersikap seolah-olah anti terhadap media, publik pantas bertanya: ada apa sebenarnya?” ujarnya dengan nada kritis.
Elyasa juga menyoroti pentingnya menjaga marwah pers dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ia merujuk pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang secara tegas melindungi kemerdekaan pers dari segala bentuk tekanan, sensor, maupun pembredelan.
“Pasal 4 ayat (2) jelas menyatakan bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran. Ini adalah bagian dari sistem hukum kita. Ketika tokoh publik mengeluarkan pernyataan yang bisa merusak semangat ini, maka itu menjadi alarm bahaya bagi demokrasi,” paparnya.
Lebih lanjut, Elyasa mengingatkan bahwa pers memiliki fungsi kontrol sosial yang vital dalam sistem demokrasi.
Ia meminta semua pihak, khususnya tokoh publik, untuk menghormati dan mendukung kebebasan pers sebagai salah satu pilar keempat demokrasi.
“Jika sikap-sikap seperti ini dibiarkan tanpa koreksi, maka yang terjadi adalah kemunduran demokrasi. Pers harus tetap diberi ruang untuk bekerja tanpa rasa takut dan tekanan,” tutup Elyasa.
Hingga berita ini ditayangkan, belum ada tanggapan atau klarifikasi resmi dari pihak Dedi Mulyadi terkait polemik yang mencuat ini.
Pernyataan tersebut kini menjadi sorotan publik dan menjadi ujian bagi komitmen terhadap kebebasan berekspresi di Indonesia.
• NP
0 Komentar