Headline News

Seragam Rp 1,1 Juta & Buku Rp 615 Ribu, SMPN 1 Rengasdengklok Tuai Protes Orang Tua Siswa


Foto : Gedung SMPN 1 Rengasdengklok Karawang.

Nuansametro.com - Karawang | Pelaksanaan program wajib belajar sembilan tahun dan janji pendidikan gratis yang dicanangkan pemerintah pusat kembali dipertanyakan. Kali ini, sorotan tertuju pada SMP Negeri 1 Rengasdengklok, Kecamatan Rengasdengklok, Kabupaten Karawang.

Sekolah negeri yang seharusnya mengedepankan asas transparansi dan keadilan itu, diduga membebani orang tua siswa dengan biaya pembelian buku paket dan seragam sekolah yang tinggi, diduga tanpa musyawarah terlebih dahulu.

Berdasarkan penelusuran jurnalis Nuansa Metro, siswa kelas 8 diwajibkan membeli 11 buku paket pelajaran dengan total harga mencapai Rp 615.000. 

Sementara itu, siswa baru dikenakan biaya sekitar Rp 1,1 juta untuk pembelian tiga stel seragam lengkap melalui koperasi sekolah yang dikelola oleh salah satu pegawai.

Orang Tua Keluhkan Tidak Ada Musyawarah

Seorang orang tua siswa kelas 8, berinisial E, mengungkapkan kekecewaannya. 

“Kenapa sekarang sekolah malah tambah mahal? Apa gunanya program wajib belajar dan janji sekolah gratis dari Presiden, Gubernur, dan Bupati? Kami orang tua yang kurang mampu tidak merasakan sekolah gratis itu,” ujarnya kecewa.

Keluhan senada disampaikan oleh orang tua siswa baru yang merasa biaya seragam sekolah terlalu tinggi dan tidak sesuai dengan mekanisme musyawarah yang lazim dilakukan di sekolah negeri.

“Seragam itu terdiri dari baju batik, olahraga, muslim, topi, sabuk, dan lainnya. Harganya Rp 1,1 juta. Tapi anehnya, tidak ada musyawarah apa pun dengan orang tua. Biasanya, segala biaya disepakati bersama di awal tahun ajaran,” katanya. 

Ia berharap bupati turun tangan untuk mengevaluasi kebijakan tersebut.

Pihak Sekolah: “Tidak Ada Paksaan”

Menanggapi keluhan tersebut, Kepala SMPN 1 Rengasdengklok, Asma yang juga menjabat Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) membantah adanya paksaan.

“Saya tidak menekan siswa atau orang tua untuk membeli seragam maupun buku paket. Mau beli atau tidak, terserah. Itu mah siswa mau seragam atau tidak, sabodo,” katanya saat dikonfirmasi.

Asma menambahkan bahwa koperasi sekolah memang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan, tetapi keputusan membeli tetap berada di tangan orang tua dan siswa.

Butuh Transparansi dan Pengawasan

Kasus ini menambah daftar panjang dugaan praktik komersialisasi pendidikan di sekolah negeri. Banyak pihak menilai perlunya pengawasan lebih ketat dari Dinas Pendidikan serta partisipasi aktif dari komite sekolah dan masyarakat agar prinsip pendidikan gratis dan inklusif benar-benar terwujud.

Jika tidak segera ditindaklanjuti, praktik-praktik seperti ini berpotensi mencoreng tujuan utama program wajib belajar dan menciptakan kesenjangan akses pendidikan, terutama bagi keluarga kurang mampu.


• Kojek 

0 Komentar

Posting Komentar
© Copyright 2022 - Nuansa Metro