Headline News

Kritik Kepala Desa Dijerat Hukum, Ujang Suhana : "Ini Kiamat Demokrasi dan Pembunuhan HAM!”


Foto : Ujang Suhana 

Nuansametro.com - Karawang | Dunia hukum dan kebebasan berpendapat kembali diguncang! Kali ini, sorotan tajam diarahkan pada proses hukum yang menjerat Yusup Saputra, seorang tokoh masyarakat Desa Pinayungan, Kabupaten Karawang. Yusup yang dikenal vokal menyuarakan kritik terhadap kebijakan publik, kini menghadapi proses hukum di Pengadilan Negeri Karawang. Namun, benarkah kritik membangun harus dibalas dengan kriminalisasi?

Ujang Suhana, SH, Praktisi Hukum dari Kantor Hukum Ujang Suhana, SH & Rekan, menyampaikan sikap tegas dan kritis atas perkara tersebut. Dalam keterangan tertulisnya, ia menyebut bahwa kasus yang menjerat Yusup Saputra bukan hanya ancaman bagi individu, tapi juga menjadi preseden berbahaya terhadap kebebasan berpendapat, transparansi, dan demokrasi di Indonesia.

Mengkritik Bukan Membenci, Tapi Tanda Cinta pada Bangsa!

Menurut Ujang, kritik dari masyarakat — baik individu, kelompok, LSM, ormas, maupun tokoh masyarakat — bukanlah bentuk kebencian, melainkan ungkapan cinta dan pengawasan terhadap kinerja pejabat publik. 

Kritik terhadap kepala desa, bupati, gubernur bahkan presiden, dijamin dan dilindungi oleh sejumlah peraturan perundang-undangan.

“Kritik kepada pejabat publik adalah hak rakyat yang dijamin oleh UUD 1945 Pasal 28E ayat (3), UU HAM No. 39 Tahun 1999 Pasal 23, serta UU KIP No. 14 Tahun 2008 Pasal 2. Jadi ketika rakyat menyampaikan kritik atas kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, mereka tidak boleh dibungkam atau dikriminalisasi!” tegasnya.

Kriminalisasi Kritik = Ancaman Demokrasi!

Dalam analisis hukumnya, Ujang Suhana menyatakan bahwa proses hukum terhadap Yusup Saputra bisa jadi bentuk rekayasa politik, yang bermula dari perbedaan pandangan dalam pemilihan kepala desa. Ia menduga kuat ada "pesanan politik" yang membungkus kasus ini dengan tuduhan pelanggaran UU ITE.

“Jika kasus seperti ini dilanjutkan dan Yusup sampai divonis bersalah, maka KIAMAT bagi kebebasan berbicara dan jurnalisme akan terjadi. Ini akan jadi yurisprudensi buruk!,” lanjutnya dengan nada keras.

Kalau Narasumber Ditangkap, Semua Acara TV Bisa Kena!”

Lebih jauh, ia menyampaikan, jika logika pelaporan terhadap narasumber seperti Yusup dijadikan alat hukum, maka seluruh narasumber dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC), Dua Sisi, Rosi, hingga Rakyat Bicara, bisa dijerat hukum.

“Ini bahaya! Kalau kritik dianggap pencemaran nama baik, maka semua narasumber di media akan ditangkap. Jurnalis akan dibungkam. Demokrasi kita tamat!” ujarnya.

Hukum Harus Tegas pada Pejabat Publik yang Anti-Kritik!

Ujang juga menegaskan bahwa pejabat publik, khususnya kepala desa, bisa dikenakan sanksi hukum jika mereka menolak keterbukaan informasi dan gagal mengelola pemerintahan secara transparan. Bahkan, mereka bisa dijerat pidana berdasarkan:

  • Pasal 68 UU KIP No.14 Tahun 2008 (penjara 1 tahun/denda Rp 5 juta),

  • UU Desa No.6 Tahun 2014, yang mengatur sanksi administratif bagi kepala desa.

“Jadi kalau kepala desa menolak transparansi, justru dialah yang melanggar hukum. Jangan dibalikkan! Jangan rakyat yang dikriminalisasi hanya karena menyampaikan kritik!” jelas Ujang.

Seruan untuk Mendukung Yusup Saputra dan Menjaga Demokrasi

Terakhir, Ujang Suhana mengajak seluruh elemen masyarakat, jurnalis, aktivis, dan tokoh hukum untuk mendukung Yusup Saputra, serta mengawal proses hukum ini agar keadilan tidak dibungkam oleh kekuasaan.

“Saya percaya Majelis Hakim di PN Karawang akan memutus perkara ini dengan penuh integritas dan menjunjung tinggi asas Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Saya berharap saudara Yusup diputus bebas, demi tegaknya demokrasi dan hukum yang adil,” tutup Ujang dengan penuh harap.


• Red 

0 Komentar

Posting Komentar
© Copyright 2022 - Nuansa Metro