Foto : Ketua Peradi kabupaten Karawang, Asep Agustian, SH., MH.
Nuansametro.com - Karawang | Kasus dugaan korupsi senilai Rp7,1 miliar yang menyeret mantan Pjs Direktur Utama PD Petrogas Persada Karawang, GBR, terus menyedot perhatian publik. Setelah ditetapkan sebagai tersangka dan resmi ditahan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Karawang, kini giliran kalangan advokat yang bersuara lantang mempertanyakan prosedur penanganan kasus ini.
Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Karawang, Asep Agustian, SH ., MH, menilai penetapan GBR sebagai tersangka patut dipertanyakan secara hukum.
Menurut Asep, dari sejumlah pemberitaan yang beredar, tampak jelas bahwa GBR tidak didampingi oleh penasihat hukum selama proses pemeriksaan.
“Kalau benar GBR tidak didampingi kuasa hukum, maka pemeriksaan dan penetapan tersangkanya bisa dianggap cacat hukum. Dalam Pasal 54 KUHAP jelas disebutkan, setiap tersangka atau terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum dari penasihat hukum dalam setiap tingkat pemeriksaan,” tegas Askun, Jumat (20/6/2025).
Ia menambahkan, jika tersangka tidak memiliki atau tidak menunjuk kuasa hukum, maka pihak penyidik wajib menunjukkannya. Hal itu diatur dalam Pasal 56 KUHAP, yang menegaskan bahwa dalam perkara dengan ancaman pidana lima tahun atau lebih, penasihat hukum harus disediakan oleh negara.
“Artinya, Kejari Karawang tidak bisa lepas tangan. Meskipun GBR ingin hadapi sendiri, tetap wajib didampingi. Kalau tidak, ini pelanggaran serius terhadap hak asasi tersangka,” ujarnya.
Lebih jauh, Asep juga menyoroti sumber dana yang diduga dikorupsi. Ia mempertanyakan bagaimana mungkin Bank BJB Cabang Karawang bisa mencairkan dana sebesar Rp7,1 miliar ke PD Petrogas, padahal saat itu perusahaan tengah berada dalam sengketa hukum.
“Siapa yang berani keluarkan uang sebanyak itu? Tidak mungkin bank mencairkan dana sebesar itu tanpa rekomendasi atau persetujuan berlapis. Mulai dari direksi, dewas, hingga kemungkinan besar ada bupati dan DPRD yang tahu soal ini,” kata Askun menganalisis.
Ia mendesak Kejari Karawang agar tidak hanya fokus pada GBR sebagai pelaku tunggal, namun membuka kemungkinan keterlibatan pihak lain.
“Silakan periksa pejabat BJB Karawang, dewas, hingga pejabat daerah yang mungkin ikut terlibat. Tidak mungkin seseorang memperkaya diri sendiri tanpa ada alur bantuan atau restu dari pihak lain,” tegasnya.
Tak hanya itu, ia juga mengajak tersangka GBR untuk buka suara soal aliran dana tersebut. Askun mendorong transparansi demi mengungkap siapa saja yang turut menikmati uang rakyat.
“Saya tidak punya kepentingan pribadi dengan GBR. Tapi kalau dia benar-benar mau bersuara, bongkar saja semuanya! Kabarnya, dana di PD Petrogas itu lebih dari Rp100 miliar. Yang keluar baru Rp7,1 miliar, itu pun belum jelas peruntukannya. Jadi jangan sampai ini jadi preseden buruk ke depan,” tandasnya.
Kasus ini kini berkembang menjadi bola panas yang tak hanya menyentuh ranah hukum, tapi juga menyingkap potensi bobroknya tata kelola keuangan di badan usaha milik daerah.
Publik menanti, akankah hukum berdiri tegak untuk semua pihak yang terlibat.
• NP
0 Komentar