Nuansametro.com - Depok | Sorotan tajam terhadap anggaran belanja honorarium rohaniwan sebesar Rp9,6 miliar yang digelontorkan oleh Sekretariat Daerah (Setda) Kota Depok kini terus bergulir.
Lembaga Swadaya Masyarakat Badan Anti Korupsi Nasional (BAKORNAS) menilai anggaran tersebut janggal dan menuntut penjelasan terbuka dari pemerintah kota, namun hingga kini (21 Mei 2025), pihak Setda masih memilih bungkam.
Ketua Umum BAKORNAS, Hermanto, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengirimkan surat permintaan informasi publik (PPID) sejak 28 April 2025.
Karena tidak kunjung mendapat tanggapan, BAKORNAS mengirimkan surat keberatan pada 16 Mei 2025 dan menyatakan siap membawa kasus ini ke Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat hingga ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika diperlukan.
“Ini bukan hanya soal angka, ini soal tanggung jawab publik. Jika memang tidak ada yang disembunyikan, kenapa harus diam?” ujar Hermanto dalam press release nya yang dikirimkan ke meja redaksi NM, Rabu (21/5).
Kasus ini telah menjadi perbincangan hangat di berbagai media dan memantik komentar kritis dari masyarakat. BAKORNAS pun kembali bergerak.
Pada 21 Mei 2025, organisasi anti korupsi tersebut kembali mengirim surat PPID kedua, kali ini mempertanyakan total anggaran belanja Sekretariat Daerah Depok tahun 2023 yang mencapai Rp23,8 miliar.
Dalam rincian yang diungkapkan Hermanto, anggaran tersebut mencakup:
1. Belanja Modal Kendaraan Bermotor Khusus (Motor Patwal)
2. Belanja Mobil Penumpang (Minibus 1500cc)
3. Pengadaan Mobil Penumpang Roda 4
4. Penyediaan Makanan dan Minuman Jamuan Tamu
5. Pemeliharaan Gedung Bertingkat
6. Pemeliharaan Alat Kantor dan Rumah Tangga
7. Honorarium Narasumber Non-PNSD Tim Sinergitas, dan lainnya
“Semua itu berasal dari uang rakyat melalui APBD. Maka masyarakat berhak tahu ke mana dan untuk apa uang itu digunakan. Ini bukan sekadar hak, tapi amanat undang-undang,” tegas Hermanto, yang akrab disapa Anto.
Ia merujuk pada Pasal 1 ayat 3 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang menyebutkan bahwa badan publik, termasuk Setda Kota Depok, wajib memberikan akses informasi kepada publik secara transparan dan akuntabel.
Namun kenyataannya, lanjut Hermanto, Setda Depok justru menunjukkan sikap sebaliknya—tertutup dan tidak patuh pada perintah konstitusi.
“Ini berbahaya, karena Setda seharusnya menjadi contoh bagi instansi lain dalam pengelolaan keuangan negara. Terlebih, Sekda tahun 2023 kini menjabat sebagai Wali Kota,” tegasnya.
Sebagai tindak lanjut, BAKORNAS berencana mengirim surat kepada sejumlah lembaga pengawas, antara lain Gubernur Jawa Barat, Ombudsman RI, DPR RI, Kementerian Keuangan, KPK, dan BPK RI untuk memperketat pengawasan terhadap Pemkot Depok.
Sekretaris Jenderal BAKORNAS, Saut Sitorus, CMH, menambahkan bahwa transparansi merupakan pilar utama dalam penyelenggaraan negara yang bersih.
Ia mengutip Pasal 3 poin (d) UU KIP yang menyatakan keterbukaan bertujuan menciptakan pemerintahan yang transparan, akuntabel, efektif, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Kalau memang bersih, kenapa risih? Kalau jujur, kenapa enggan terbuka?” tantangnya.
Sampai berita ini ditayangkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Sekretariat Daerah Kota Depok.
Publik kini menanti langkah transparan dari pemerintah kota untuk menjawab segala keraguan dan tuntutan masyarakat.
• Rls/Red
0 Komentar