Foto : WS Laoli
Nuansa Metrio – Jakarta | Praktik dugaan pungutan liar (pungli) di tubuh Suku Dinas Perhubungan (Sudinhub) Jakarta Pusat akhirnya terkuak ke permukaan. Kasus ini bermula dari pengakuan sejumlah oknum pejabat Sudinhub Jakarta Pusat di hadapan penyidik Saber Pungli Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, yang menyebut adanya aliran dana pungli hingga ratusan juta bahkan miliaran rupiah.
Sayangnya, penanganan kasus ini dinilai mandek. Upaya hukum oleh Saber Pungli Polda Metro Jaya dianggap setengah hati, menimbulkan kekecewaan luas di kalangan masyarakat.
Adalah WS Laoli, seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) Golongan III/A di lingkungan Dinas Perhubungan, yang pertama kali berani membongkar praktik ilegal ini. Dikenal sebagai pegawai yang konsisten bekerja sesuai aturan, Laoli justru mendapat intimidasi dan tekanan usai membuka skandal tersebut.
Ditemui di kantor Sudinhub Kepulauan Seribu pada Sabtu malam (26/4/2025), Laoli menceritakan awal mula ia mengetahui dugaan praktik pungli di Sudinhub Jakpus, yang ternyata telah berlangsung sejak tahun 2020.
"Saya baru mengetahui pungli ini setelah diangkat sebagai Koordinator Lapangan Penertiban Parkir Liar dan Angkutan pada Januari 2024. Dari sana saya menyadari, praktik pungli sudah mengakar," ungkap Laoli.
Menurut Laoli, pungli di instansi tersebut sangat terstruktur dan sudah menjadi tradisi. Ia pun mengkritik Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta yang dinilainya tidak peka terhadap fakta-fakta yang terjadi di lapangan, terutama terhadap Kasudinhub Jakarta Pusat.
Akibat sikap kritisnya, Laoli mengalami mutasi ke Sudinhub Kepulauan Seribu, yang dinilai sebagai upaya untuk "mengasingkannya".
Ia menuturkan bahwa rapat tertutup yang digelar pada 15 Januari 2024 di kantor Kasi Operasional Sudinhub Jakpus menjadi awal dari pengungkapan sistem pungli berjamaah.
Menurutnya, dalam rapat yang dipimpin Haryo Bagus, hadir sejumlah pejabat dan petugas lapangan, yang diberi instruksi untuk melakukan pungutan liar dan menyetorkannya secara sistem satu pintu. Penolakan Laoli terhadap instruksi tersebut membuatnya menjadi sasaran tekanan.
Laoli tidak tinggal diam. Ia telah melaporkan kasus ini ke berbagai lembaga, termasuk Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Satgas Saber Pungli, Ombudsman RI, KPK, hingga mengajukan aduan melalui kanal "Lapor Mas Wapres".
Hasilnya, laporan Laoli telah diverifikasi dan diteruskan ke Irwasum Polri serta Penjabat Gubernur DKI Jakarta.
Namun, penyelidikan yang semula ditangani Saber Pungli Ditreskrimsus Polda Metro Jaya justru dialihkan ke Inspektorat Provinsi DKI Jakarta. Laoli menilai langkah ini tidak masuk akal mengingat pungli adalah tindak pidana yang seharusnya diproses secara hukum pidana, bukan administratif.
"Laoli menyebut, hasil pemeriksaan penyidik menunjukkan nilai pungli yang dihimpun mencapai sekitar Rp500 juta, bahkan lebih jika ditelusuri melalui rekening-rekening yang terlibat," jelasnya.
Bahkan, akibat sikap kritisnya, Laoli kini menghadapi tuduhan pelanggaran disiplin dari atasannya, yang ia bantah keras. Menurutnya, tuduhan tersebut hanya bentuk framing untuk membungkam upayanya mengungkap kebenaran.
"Saya berharap Kadishub Jakarta bisa objektif melihat persoalan ini. Jika perlu, saya minta dipertemukan langsung dengan Kasudinhub Jakpus di hadapan pimpinan, agar semua terang benderang," tegas Laoli.
Sebagai bentuk keseriusan, Laoli berencana membawa bukti-bukti pungli ini langsung ke Istana Negara dan akan melaporkan ketidakprofesionalan penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya ke Propam Mabes Polri serta ke Kapolri.
"Saya sudah pegang semua bukti pelanggaran, termasuk penanganan kasus yang tidak profesional. Saya siap melaporkan ini ke Presiden dan Kapolri," pungkasnya.
(David Hardson S)
0 Komentar