Nuansa Metro - Kabupaten Tangerang | Gerakan Pemuda Alwashliyah (GPA) Kabupaten Tangerang menyoroti lemahnya penerapan Surat Edaran Bupati Tangerang terkait pembatasan operasional tempat hiburan malam selama bulan suci Ramadhan.
Hingga menjelang Idul Fitri 1446 Hijriah, sejumlah tempat seperti klub, bar, pijat refleksi, dan biliar masih tetap beroperasi secara bebas.
Kepala Bidang Keamanan dan Kerukunan Umat Beragama GPA Kabupaten Tangerang, Aditya Nugeraha, mengungkapkan kekecewaannya terhadap penegakan aturan oleh aparat setempat.
Ia menuding Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Tangerang seolah berkompromi dengan para pengusaha hiburan malam.
"Lagi-lagi, aparat penegak hukum di daerah ini, terutama Satpol PP, mempertontonkan dirinya seolah bersekongkol dengan pengusaha tempat hiburan agar tetap bisa beroperasi," ujar Aditya Nugeraha kepada wartawan.
Aditya menegaskan bahwa kebijakan yang dikeluarkan Bupati Tangerang seharusnya menjadi langkah positif dalam menjaga toleransi dan kekhusyukan umat Islam dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadhan.
Namun, pembiaran terhadap pelanggaran aturan justru mencoreng wibawa pemerintah daerah.
"Jika seperti ini, publik tentu akan menilai bahwa aparat penegak hukum tidak taat terhadap aturan yang dibuat kepala daerah sendiri. Ini sangat bertentangan dengan semangat penegakan hukum yang seharusnya mereka jalankan," tegasnya.
Aditya juga menyebutkan bahwa beberapa tempat hiburan seperti Hellens, Clique, Black Owl, Tiger, dan 80 Proof Ultra masih beroperasi meskipun telah ada larangan resmi.
Menurutnya, jika pada akhirnya tempat-tempat tersebut tetap buka, maka sosialisasi yang dilakukan Satpol PP terkait Surat Edaran itu menjadi sia-sia.
"Maka, hemat saya, tidak perlu lagi ada sosialisasi jika pada akhirnya aturan tetap diabaikan. Yang dibutuhkan adalah tindakan tegas," lanjutnya.
Sebagai bentuk sikap tegas, GPA Kabupaten Tangerang mendesak Satpol PP dan Kepolisian untuk segera menertibkan tempat hiburan yang melanggar aturan.
Jika tidak ada tindakan konkret, pihaknya berencana menggelar aksi unjuk rasa sebagai bentuk protes atas lemahnya penegakan kebijakan tersebut.
"Kami akan turun ke jalan jika aturan ini tidak ditegakkan. Ini bukan hanya soal kepatuhan terhadap kebijakan, tetapi juga soal menjaga nilai-nilai yang seharusnya dihormati di bulan suci Ramadhan," tutup Aditya.
Polemik ini menjadi perhatian publik, terutama masyarakat yang menginginkan bulan suci Ramadhan dihormati dengan kepatuhan terhadap aturan yang telah ditetapkan pemerintah daerah.
Apakah aparat akan bertindak tegas atau tetap membiarkan pelanggaran ini berlanjut? Waktu yang akan menjawab.
• ZuL
0 Komentar