Nuansa Metro - Bandung |
Pemerintah baru saja mengumumkan pembentukan Koperasi Desa Merah Putih (Kop Des Merah Putih) sebagai strategi untuk memperkuat perekonomian desa. Keputusan ini disampaikan dalam rapat terbatas yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin (3/3/2025).
Namun, kebijakan ini mendapat sorotan dari berbagai pihak, terutama dari para penggiat ekonomi desa. Forum Bumdes Indonesia, yang selama ini aktif dalam pengembangan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), menyampaikan sejumlah catatan kritis terhadap program tersebut.
Kekhawatiran Tumpang Tindih Kewenangan
Ketua Umum Forum Bumdes Indonesia, KRAT Yani Setiadi, menegaskan bahwa program Koperasi Desa Merah Putih sebaiknya tidak berdiri sebagai entitas terpisah, melainkan menjadi bagian dari sektor usaha yang dikelola oleh Bumdes. Menurutnya, hal ini penting agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan antara Bumdes dan koperasi yang baru dibentuk.
"Koperasi Desa Merah Putih cukup menjadi bagian dari divisi atau sektor usaha dalam Bumdes, sehingga tidak terjadi benturan regulasi. Penyertaan modal sebaiknya tetap melalui Bumdes, sesuai amanat UU Desa No 3 Tahun 2024," ujar Yani.
Selain itu, ia menekankan bahwa desa memiliki mekanisme pemerintahan sendiri yang perlu dijaga kedaulatannya, baik dari sisi kebijakan maupun anggaran. "Desa adalah miniatur pemerintah pusat, sehingga pengelolaannya harus tetap sesuai dengan prinsip pemerintahan desa yang berbasis musyawarah," tambahnya.
Aspek Regulasi dan Transparansi Harus Diperjelas
Di sisi lain, Ketua DPN Forum Bumdes Indonesia, Nurfalah Zahir, S.E., mengapresiasi niat baik pemerintah dalam mendorong perekonomian desa. Namun, ia juga menyoroti berbagai aspek yang perlu dievaluasi agar program ini tidak justru merugikan desa-desa yang menjadi sasaran utama.
"Forum Bumdes Indonesia menilai perlu ada evaluasi menyeluruh, terutama dalam hal transparansi, pendampingan teknis bagi masyarakat desa, serta revisi regulasi agar peran organisasi profesi desa lebih diperkuat dalam implementasi kebijakan ini," ungkap Nurfalah.
Ia juga menegaskan bahwa pembangunan desa harus tetap berlandaskan asas musyawarah. "Jika program ini dijalankan dengan cara yang menghilangkan jati diri desa, maka akan bertentangan dengan prinsip Asta Cita ke-6, yaitu membangun desa dari bawah," tambahnya.
Salah satu poin krusial yang disoroti adalah permodalan koperasi yang disebut akan diambil dari Dana Desa. Menurut Nurfalah, kebijakan ini harus dipertimbangkan dengan matang agar tidak mengganggu program pembangunan desa lainnya yang juga membutuhkan anggaran.
"Desa memiliki dua asas penting, yaitu asas rekognisi dan asas subsidiaritas. Ini berarti desa harus tetap diberi kewenangan dalam mengelola sumber daya dan anggaran mereka sendiri," jelasnya.
Forum Bumdes Akan Ajukan Audiensi
Sebagai langkah konkret, DPN Forum Bumdes Indonesia berencana mengajukan permohonan audiensi dengan pemerintah dan pihak terkait untuk membahas lebih lanjut program ini. Mereka juga mengajak masyarakat serta pemangku kepentingan lainnya untuk menyampaikan masukan konstruktif demi memastikan bahwa kebijakan ini benar-benar bermanfaat bagi desa.
"Kami berharap pemerintah segera menindaklanjuti berbagai masukan ini agar kepercayaan masyarakat terhadap program-program ekonomi desa tetap terjaga," pungkas Nurfalah.
Dengan adanya diskusi terbuka dan evaluasi menyeluruh, diharapkan program Koperasi Desa Merah Putih bisa benar-benar menjadi instrumen yang mendukung kemandirian ekonomi desa tanpa menimbulkan tumpang tindih kewenangan atau merugikan sistem pemerintahan desa yang sudah ada.
• Dispi
0 Komentar