Headline News

Dugaan Pungli di Ujian Re-Sertifikasi Apoteker, BAKORNAS Laporkan Kolegium Farmasi ke Polda



Nuansa Metro - Jakarta |  Kolegium Farmasi baru saja menyelenggarakan Ujian Re-Sertifikasi Kompetensi Apoteker secara nasional pada 22–24 Januari 2025. Ujian yang berlangsung secara daring ini bertujuan memastikan apoteker tetap memiliki kompetensi terkini sesuai standar pelayanan kesehatan.

Namun, pelaksanaan ujian ini mendapat sorotan tajam dari Lembaga Swadaya Masyarakat Badan Anti Korupsi Nasional (LSM BAKORNAS).

Ketua Umum BAKORNAS, Hermanto, S.Pd.K., S.H., CPS., CLS., CNS., CHL, menilai adanya indikasi pelanggaran hukum terkait pungutan biaya yang dikenakan kepada peserta. Pihaknya bahkan telah melaporkan dugaan ini ke Polda Metro Jaya dengan nomor surat 029/DPP/BAKORNAS/LI/25, yang diserahkan langsung pada 10 Februari 2025.

Dugaan Pungutan Liar dan Dasar Hukum yang Dipertanyakan

Hermanto menjelaskan bahwa re-sertifikasi tersebut mengacu pada Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor: HK.02.01/MENKES/6/2024 tentang Penyelenggaraan Perizinan bagi Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan. Namun, dalam surat edaran tersebut tidak disebutkan adanya ketentuan biaya.

"Kalau memang tidak ada aturan yang jelas mengenai tarif, lalu apa dasar penetapan biaya Rp800.000 per peserta? Jika pungutan tidak memiliki landasan hukum yang sah, maka ini bisa dikategorikan sebagai pungutan liar," tegasnya.

Menurut data dari situs resmi kki.go.id, per 10 Februari 2025, terdapat 169.656 apoteker dengan STR aktif, sementara yang memiliki STR seumur hidup hanya 65.957 orang. Dengan jumlah peserta yang berpotensi mencapai ribuan orang, Hermanto memperkirakan dana yang terkumpul mencapai miliaran rupiah.

Biaya Rp800 Ribu Dinilai Terlalu Mahal

Selain mempertanyakan dasar hukum biaya, BAKORNAS juga menilai besaran tarif tersebut terlalu mahal. Hermanto menekankan bahwa ujian ini dilakukan secara daring, yang berarti tidak ada biaya untuk sewa tempat, konsumsi, maupun akomodasi. 

Jika sertifikat yang diberikan juga berbentuk e-sertifikat, maka tidak ada biaya cetak yang signifikan.

"Kolegium Farmasi harus menjelaskan secara transparan alokasi dana dari pungutan ini. Apa saja yang dibiayai? Seberapa besar anggaran yang dibutuhkan? Ini menyangkut kepercayaan publik," ujar Hermanto.

Desakan Investigasi dan Evaluasi

BAKORNAS meminta Polda Metro Jaya untuk segera menyelidiki dugaan pelanggaran dalam penyelenggaraan ujian ini. Pihaknya juga mendesak Menteri Kesehatan untuk mengevaluasi jajaran Kolegium Farmasi Periode 2024-2028, mengingat badan tersebut merupakan bagian dari pemerintah yang harus tunduk pada aturan transparansi dan akuntabilitas keuangan.

"Dalam Pasal 423 KUHP sudah jelas disebutkan bahwa pejabat yang menyalahgunakan kekuasaannya untuk keuntungan pribadi atau orang lain bisa dikenakan pidana hingga enam tahun penjara. Ini harus menjadi perhatian serius bagi aparat penegak hukum," tegasnya.

Hermanto menegaskan, penyelenggaraan ujian ini termasuk dalam kategori pelayanan publik, sehingga biayanya harus mengikuti ketentuan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

"Jika benar ada pelanggaran, maka ini bukan hanya soal transparansi, tetapi juga soal keadilan bagi ribuan apoteker yang harus membayar biaya yang mungkin tidak seharusnya mereka tanggung," pungkasnya.

Pihak Kolegium Farmasi hingga saat ini belum memberikan pernyataan resmi terkait laporan dan desakan dari BAKORNAS. Publik pun menantikan klarifikasi serta langkah yang akan diambil oleh aparat hukum dalam menindaklanjuti dugaan ini.


• Rls/Red 

0 Komentar

Posting Komentar
© Copyright 2022 - Nuansa Metro