Headline News

Penghapusan Girik dan Efek Jera Mafia Tanah Jadi Fokus Kementerian ATR/BPN


Foto : Menteri ATR/BPN Nusron Wahid (istimewa)

Nuansa Metro - Jakarta |  Girik, sebagai bukti kepemilikan tanah lama, dipastikan tidak lagi berlaku setelah seluruh tanah di suatu kawasan terpetakan dan bersertifikat. Hal ini disampaikan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (3/1/2025).  

“Ketika suatu kawasan dinyatakan lengkap dengan pemetaan kepemilikan dan sertifikat telah diterbitkan, girik otomatis tidak berlaku. Kecuali ada cacat administrasi yang terbukti dalam waktu kurang dari lima tahun, girik masih bisa digunakan sebagai bukti,” ujar Nusron.  

Penegasan ini merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021, yang menyatakan bahwa sertifikat tanah yang telah berusia lebih dari lima tahun hanya dapat dibatalkan melalui perintah pengadilan.  

Penyelesaian Sengketa Hanya Melalui Pengadilan

Nusron menjelaskan bahwa sertifikat tanah adalah produk hukum yang tidak bisa dicabut sembarangan. 

“Sesuai PP Nomor 18 Tahun 2021, produk hukum hanya dapat digantikan dengan produk hukum lain melalui pengadilan,” tegasnya.  

Sementara itu, Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (PHPT), Asnaedi, menjelaskan bahwa girik awalnya adalah bukti kepemilikan tanah lama yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Namun, dengan perkembangan regulasi, girik seharusnya tidak lagi berlaku.  

“Banyak konflik tanah bermula dari girik. Bahkan, girik sering dimanfaatkan mafia tanah melalui dokumen palsu. Penghapusan girik ini bertujuan untuk mencegah konflik di masa depan,” kata Asnaedi.  

Pemberantasan Mafia Tanah dan Penguatan Internal

Dalam kesempatan lain, Nusron Wahid menyoroti pentingnya memperkuat benteng internal untuk mencegah praktik mafia tanah. 

“Bentengnya adalah tim dari BPN, khususnya di Direktorat Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (PHPT) serta Direktorat Sinkronisasi Program Pemanfaatan Ruang (SPPR),” jelas Nusron.  

Ia juga menegaskan bahwa pemberantasan mafia tanah membutuhkan efek jera, seperti pemiskinan pelaku. 

“Kita tidak bisa menangkap semua mafia tanah. Tapi, dengan efek jera berupa pemiskinan, kita dapat memberikan dampak besar,” tambahnya.  

Meski begitu, Nusron mengakui bahwa kasus sengketa tanah masih tinggi. 

“Saat ini, jumlah sengketa tanah mencapai lebih dari 5.000 kasus. Namun, jika tim internal kuat, kita bisa mencegah mafia tanah mensertifikasi tanah yang bukan haknya,” ujarnya.  

Dengan program Kabupaten/Kota Lengkap, Kementerian ATR/BPN berharap dapat menciptakan sistem pertanahan yang lebih transparan dan akuntabel. 

Nusron menekankan bahwa langkah ini adalah bagian dari komitmen pemerintah untuk melindungi hak-hak masyarakat dan mencegah konflik di masa depan.



• Rls/Red 

0 Komentar

Posting Komentar
© Copyright 2022 - Nuansa Metro