Nuansa Metro - Karawang | Tahun ajaran baru biasanya menjadi momen bagi sekolah-sekolah untuk bersaing mendapatkan siswa baru. Namun, bagi sejumlah sekolah swasta di Kabupaten Karawang, termasuk SMP PGRI Klari, mendapatkan siswa ibarat mencari jarum di tumpukan jerami.
Kepala Sekolah SMP PGRI Klari, Tatu Hasanah, S.Pd., mengungkapkan bahwa sekolahnya menjadi salah satu yang paling terdampak dengan minimnya jumlah siswa.
“Kami yang paling merana dan menangis, karena hanya di sini yang menjadi sandaran hidup,” ujarnya.
Berbeda dengan beberapa sekolah swasta lainnya yang memiliki pemasukan tambahan dari jenjang SD atau SMK, SMP PGRI Klari hanya mengandalkan honor dari tiga kelas yang ada. Setiap kelas memiliki pagu siswa sebanyak 38-40 orang, tetapi hingga penutupan PPDB tahun ini, hanya 13 siswa yang mendaftar di kelas 7. Jumlah yang jauh dari harapan.
Tatu mengaitkan menurunnya jumlah siswa ini dengan bertambahnya sekolah negeri di sekitar sekolahnya.
“Dengan adanya sekolah negeri baru, anak-anak lebih memilih sekolah itu daripada swasta,” katanya.
Meski sudah melakukan berbagai upaya promosi, termasuk memasang spanduk dan menyebarkan brosur, hasilnya belum memadai.
SMP PGRI Klari sebenarnya sudah memenuhi syarat sebagai lembaga pendidikan yang layak, dengan fasilitas laboratorium dan kegiatan ekstrakurikuler. Namun, jumlah siswa yang sedikit memaksa sekolah untuk mengambil langkah penghematan, termasuk mengurangi honor guru.
“Kami tetap memberikan honor, tetapi dengan jumlah siswa yang minim, tentu honornya akan berkurang,” jelas Tatu.
Saat ini, jumlah siswa kelas 7 hanya 13 orang, kelas 8 sebanyak 20 orang, dan kelas 9 ada 26 siswa. Tatu berharap, kondisi sekolah ini bisa kembali seperti dulu, dengan jumlah siswa yang mencukupi sehingga kesejahteraan guru dan kelangsungan sekolah bisa terjamin.
Dalam pernyataannya, Tatu juga berharap sekolah negeri tidak terlalu “memonopoli” siswa.
"Jika mereka bisa berbagi, insya Allah SMP PGRI dan sekolah swasta lainnya juga bisa bertahan. Seperti halnya SMP Gita Wirabangsa yang hanya mendapatkan 9 siswa, padahal mereka adalah sekolah penggerak," imbuhnya.
Tatu mengungkapkan kekecewaannya terhadap situasi ini, di mana harapan sekolah swasta semakin terhimpit oleh kehadiran sekolah negeri.
“Kadang ingin menjerit dengan keadaan seperti ini, mau minta tolong kepada siapa lagi? Minta tolong ke manusia rasanya pintu itu sudah tertutup,” katanya dengan nada getir.
Di tengah keterbatasan dan tantangan yang ada, SMP PGRI Klari dan sekolah swasta lainnya tetap berusaha bertahan, sambil berharap agar masa depan yang lebih baik masih mungkin untuk diraih.
Reporter : daryadi