Nuansa Metro - Karawang | Pelantikan Asep Aang Rahmatullah sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Karawang pada Jumat (6/9/2024) menjadi sorotan tajam di tengah persiapan Pilkada Karawang 2024. Bupati Karawang, H. Aep Syaepuloh, yang juga mencalonkan diri kembali dalam Pilkada mendatang, dinilai melanggar aturan dengan melantik Sekda di saat yang tidak tepat.
Ujang Suhana, seorang praktisi hukum Karawang, menyampaikan kritik pedas terhadap langkah ini. Menurutnya, bupati seharusnya tunduk pada peraturan yang berlaku, khususnya menghindari tindakan yang dapat dianggap sebagai penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) demi kepentingan politik Pilkada.
Ujang merujuk pada Pasal 132 A Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 yang mengatur proses pengangkatan dan pemberhentian pejabat daerah. Selain itu, ia menekankan pentingnya mematuhi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, yang menyatakan bahwa pejabat negara dilarang membuat keputusan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa pemilihan.
"Pelantikan ini jelas berpotensi melanggar peraturan, khususnya Pasal 71 ayat (1) dan (2) UU Nomor 10 Tahun 2016. Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa Bupati atau Wakil Bupati dilarang mengganti pejabat enam bulan sebelum penetapan pasangan calon, kecuali ada persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri," kata Ujang.
Ujang juga menyebut bahwa larangan ini telah ditegaskan melalui Surat Imbauan Bawaslu RI Nomor 438/PM/K1/03/2024. Menurutnya, sejak 22 Maret 2024, kepala daerah dilarang melakukan pergantian pejabat kecuali dengan izin tertulis.
Tindakan Bupati Karawang ini, lanjut Ujang, berpotensi memicu sengketa hukum karena dianggap menggunakan kekuasaan untuk keuntungan politik pribadi dalam Pilkada. Pelanggaran terhadap UU Nomor 10 Tahun 2016, khususnya Pasal 71 dan 162, dapat berujung pada sanksi pidana dan denda bagi pejabat yang terlibat.
“Bupati atau Walikota yang melanggar aturan ini bisa dipidana dan dikenakan denda. Larangan ini jelas berlaku enam bulan sebelum penetapan pasangan calon, dan itu dimulai sejak 22 Maret 2024,” tutupnya.
Kasus ini kini menimbulkan tanda tanya besar di tengah masyarakat Karawang, terutama menjelang perhelatan Pilkada yang semakin dekat. Apakah tindakan ini murni administratif atau ada kepentingan politik yang bermain, akan menjadi isu yang terus bergulir ke depannya.
• Red