Nuansa Metro - Karawang | Masih saja ada sekolah yang mengabaikan peraturan pemerintah dengan menjual paket buku Lembar Kerja Siswa (LKS) kepada muridnya, dengan dalih bahwa pembelian tersebut tidak diwajibkan. Salah satu sekolah yang diduga melakukan praktik ini adalah SD Negeri Duren IV yang terletak di Desa Duren, Kecamatan Klari, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat.
Pihak sekolah tidak hanya menjual buku LKS, tetapi juga membebani orang tua murid dengan dalih iuran infak sebesar Rp 30 ribu per bulan.
Walaupun pembelian LKS dikatakan tidak wajib, kenyataannya para murid sering kali dihadapkan pada tugas-tugas yang soalnya hanya tersedia di LKS.
Hal ini membuat orang tua merasa terpaksa untuk membeli buku tersebut, karena tidak ingin anak-anak mereka mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas atau mendapatkan nilai harian.
"Memang guru tidak mewajibkan pembelian LKS, tetapi mereka tetap mewajibkan siswa mengerjakan tugas yang soalnya ada di LKS. Jika murid tidak mengerjakan tugas tersebut, tentu nilai hariannya akan terganggu," keluh salah satu wali murid SD Negeri Duren IV yang namanya minta dirahasiakan.
Wali murid tersebut mengaku tahu bahwa penjualan LKS dan pemungutan iuran bulanan tersebut melanggar aturan. Namun, ia memilih untuk diam dan tidak melaporkannya karena khawatir akan berdampak buruk pada anaknya yang masih bersekolah di sana.
"Setahu saya, sekolah tidak diperbolehkan memungut biaya iuran seperti itu, apalagi menjual LKS karena sudah ada dana BOS yang seharusnya mencukupi. Pihak sekolah berdalih bahwa iuran ini digunakan untuk membayar guru honorer karena SD Duren IV sudah lama tidak mendapatkan bantuan dana BOS," tambahnya.
Ditempat terpisah, Kepala SDN Duren IV Empat Patimah saat diwawancarai oleh jurnalis Nuansa Metro membenarkan bahwa pihaknya telah menarik iuran infaq kepada para siswa dan siswi SDN Duren IV.
Ia juga menjelaskan bahwa iuran infaq bulanan dari orang tua siswa dipergunakan untuk membayar guru honorer dan menunjang prestasi para siswa serta untuk pembangunan disekolah, dikarenakan dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang diterima oleh sekolahnya sangat minim.
"Tidak ada paksaan dan kewajiban. Itu pesan yang bisa saya sampaikan dari hasil rapat komite dengan orang tua, untuk mempertahankan prestasi dan meningkatkan prestasi di sekolah ini, yang tentu harus ada dana partisipasi orang tua yang perlu kita minta, karena orang tua ini anaknya sekolah di sini," ungkap Empat, Selasa (05/08/2024).
Selain itu, Empat Patimah pun mengakui terkait adanya praktek jual beli buku LKS yang disediakan di rumahnya.
"Penjualan LKS itu tentunya atas dukungan dari para orang tua dengan alasan lebih simpel, karena toko yang menjual buku LKS terlalu ribet dan selalu tidak kebagian saat akan membeli," Tandasnya.
Kasus ini menjadi salah satu contoh dari masih adanya praktik-praktik tidak sehat dalam dunia pendidikan, yang seharusnya menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan masyarakat.
Mereka berharap, dengan tindakan tegas, sekolah dapat kembali menjadi tempat yang mendidik dengan baik, tanpa membebani orang tua dan murid dengan biaya-biaya yang seharusnya tidak ada.
Diharapkan, ke depan tidak ada lagi sekolah yang memanfaatkan situasi untuk mencari keuntungan pribadi, dan semua pihak bisa berkomitmen untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih adil dan berkualitas.
Jurnalis : Oya/Jhon