Nuansa Metro - Jakarta
Senin (5/2) menjadi saksi atas munculnya suara-suara kritis dari perguruan tinggi di seluruh Indonesia terkait dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan persiapan Pemilu 2024.
Sejumlah universitas, baik negeri maupun swasta, menyuarakan keprihatinan atas kondisi demokrasi yang dianggap mengalami kemunduran.
Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menjadi salah satu pusat perhatian dengan pembacaan Maklumat Kebangsaan di Gedung Siti Walidah, Kompleks Kampus UMS. Rektor UMS, Sofyan Anif, dan puluhan Guru Besar turut ambil bagian dalam pembacaan delapan poin maklumat yang dihadirkan oleh Guru Besar Fakultas Hukum UMS, Aidul Fitri Ciada Azhari.
Aidul menyatakan bahwa maklumat tersebut muncul sebagai bentuk keresahan terhadap perkembangan demokrasi yang dianggap memprihatinkan.
"Saya mendengar dari beberapa kalangan, ya sebutlah dari Pihak Istana, ini sebagai orkestrasi politik. Saya kira ini orkestrasi kewarasan, orkestrasi nurani, orkestrasi moral," ujar Aidul.
Tidak hanya di Surakarta, tetapi juga di Yogyakarta, civitas academica Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga menyuarakan Seruan Moral Kalijaga. Dosen Sosiologi UIN Sunan Kalijaga, Achmad Uzair, dan rekan-rekannya menekankan perlunya Jokowi menjadi teladan etik dalam menjaga netralitas dan menjamin proses politik yang demokratis serta bebas dari kekerasan dalam Pilpres 2024.
Sementara itu, civitas academica dan alumni Sekolah Tinggi Filsafat (STF) dan Teologi dari seluruh Indonesia mengeluarkan Seruan Jembatan Serong II. Ketua STF Driyarkara, Romo Simon P Lili Tjahjadi, menyentil Jokowi terkait dengan penyalahgunaan sumber daya negara untuk melanggengkan kekuasaan lewat Pilpres 2024.
Suara kritis juga terdengar dari timur Indonesia, di Surabaya, 44 Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) meminta Jokowi menjaga netralitas dalam Pemilu 2024. Di sisi lain, ratusan civitas academica Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, termasuk guru besar, akademisi, alumni, dan mahasiswa, mengeluarkan manifesto yang turut meramaikan suara kritis terhadap pemerintahan.
Daftar kampus yang menyampaikan seruan kritik hingga Senin (5/2) semakin panjang, termasuk Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Indonesia (UI), dan sejumlah universitas terkemuka lainnya di berbagai daerah.
Gelombang suara kritis dari perguruan tinggi menjadi bagian dari dinamika masyarakat dalam menyuarakan keprihatinan dan tuntutan terhadap kondisi politik dan demokrasi di Indonesia. Suara-suara ini memperkaya diskusi dan refleksi bagi bangsa ini, memperlihatkan pluralitas pandangan dan aspirasi untuk perbaikan bersama menuju masa depan yang lebih baik.
• Zul