www.nuansametro.co.id - Telukjambe
Proyek Jalan Tol Jakarta - Cikampek (Japek) II Selatan yang menghubungkan Tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) 1, JORR 2 dan Tol Purwakarta-Bandung-Cileunyi (Purbaleunyi). Jalan Tol Japek II Selatan tersebut nantinya akan memiliki 7 (tujuh) buah Gerbang Tol (GT) yaitu, GT Jati Asih, GT Bantar Gebang, GT Setu, GT Sukaragam, GT Taman Mekar, GT Kutanegara, dan GT Sadang.
Proyek itu terbagi dalam 3 (tiga) sesi pembangunan, yaitu sesi 1 Jatiasih-Setu sepanjang 9,3 Km, sesi 2 Setu-Taman Mekar sepanjang 24,85 Km, dan sesi 3 Taman Mekar-Sadang sepanjang 27,85 Km.
Untuk sesi 1 dan 2 saat ini sedang dalam tahap pembebasan lahan dan ditargetkan konstruksinya rampung Juni 2022. Ternyata, mulai dari proses pembebasan lahan sampai dengan proses pengerjaan jalan, menuai adanya beberapa permasalahan yang timbul di lapangan.
Adalah H. Enan Supriatna warga Karawang yang berdasarkan bukti surat kepemilikan lahan, mengklaim bahwa tanah merah yang digunakan untuk membangun jalan Tol Japek II adalah lahan hak milik dirinya dengan luas kisaran 11.5 Ha.
Awalnya, H. Enan yang notabene mengeruk tanah merah di lahan miliknya, dikomplain pihak Perhutani melalui Administratur Perhutani Purwakarta Uum Maksum yang menuduh H. Enan melakukan pengrusakan kawasan hutan mulai dari 2019 sampai saat ini.
Foto : Para awak media, bersama H. Enan dan para Kuasa Hukum H.Enan saat memperlihatkan lokasi lahan.
Terkait hal itu, H. Enan melalui Kuasa Hukumnya, yakni Prof. Dr. Muchtar Efendy Nasution, S.H., M.B.A. dan Dr. Nur Hasan, S.H., M.H. menggelar konferensi pers terkait permasalahan tersebut, pada Sabtu (29/5/2021).
Saat dilokasi tanah miliknya, H. Enan mengatakan, bahwa bukti surat kepemilikan atas lahan yang tanah merahnya dikeruk dan digunakan untuk membangun Tol Japek II adalah jelas bahwa tanah itu milik dirinya.
"Ini bukti surat kepemilikan, sudah saya siapkan semua Pak. Ini salah satu contohnya aja Pak, sudah saya persiapkan, karena dimintai oleh pihak Waskita Karya. Ini salah satu contoh atas nama Ara, ini sudah saya bayar lunas 2021. Ini surat Giriknya, Surat Keterangan Tidak Sengketanya terus ini pelepasannya, surat kuasa jualnya dan lain-lainnya lengkap semua. Jadi, mana yang dikatakan kalau saya liar, sesuai yang diberitakan oleh salah satu media," kata H. Enan, kepada awak nuansametro.co.id, sambil memperlihatkan tumpukan surat bukti kepemilikan lahan.
Sementara itu, Prof. Dr. Muchtar Efendy Nasution, S.H., M.B.A., selaku Kuasa Hukum H. Enan menerangkan, jika memang pihak Perhutani Purwakarta mengklaim merasa dirugikan oleh pihak H. Enan atas pengerukan tanah merah tersebut, Ia juga mempersilahkan pihak Perhutani untuk memperlihatkan bukti kepemilikan lahan tersebut.
"Bersamaan dengan itu juga, Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup juga sudah jelas, bahwa kita urus izinnya. Perlu kita tekankan di sini, dari awal memang mereka (Perhutani_red) tidak pernah bisa menunjukan bukti kepemilikan." Ungkap Muchtar Effendy Nasution.
Menurut Effendi, hal ini sangat jelas, pada saat pihaknya dicounter di Polres Karawang di Bagian Reskrimnya dan di lokasi juga mereka tidak bisa menunjukkan bukti kepemilikan.
"Kalau mereka bisa menunjukkan Monggo, kita siapa-siap ke Pengadilan," ujar Muchtar.
Perhutani Purwakarta, kata Muchtar, hanya bisa menunjukkan sebuah Peta saja.
"Ini kan jelas kepemilikannya. Tanah adat yang dibeli dari Masyarakat dan tidak pernah dijual ke orang lain. Mereka juga tidak bisa membuktikan, hanya selembar yang namanya Peta." Tegasnya.
Pihaknya, pernah dengan bukti-bukti kepemilikan yang ada di Haji Enan, diperlihatkan dan di hadirkan juga waktu di Dinas Lingkungan Hidup.
"Kita tidak mau bersinggungan antara masyarakat dengan Perhutani. Klaim sepihak ini sangat tidak baik," imbuhnya.
Muchtar pun menegaskan bahwa ahli waris yang menjual tanahnya kepada H. Enan masih ada. Jadi menurutnya, bahwa tanah tersebut jika diklaim milik Perhutani adalah Bohong.
"Karena tanah tersebut dibeli oleh H. Enan dari Masyarakat Adat dan oleh H. Enan tidak pernah dijual ke pihak lain" pungkasnya. (Fan/red)